TUGAS 4B
PERTAMBANGAN MINYAK BUMI (PT. CPI)
Masalah Lingkungan Dalam Pembangunan Pertambangan Energi
Pengembangan dan pemanfaatan energi perlu secara bijaksana baik untuk ekspor maupun untuk penggunaan dalam negeri serta kemampuan penyediaan energi secara strategis dalam jangka panjang. Sebagai salah satu contoh seperti minyak bumi yang merupakan sumber utama pemakaian energi yang penggunaannya terus meningkat, sedang jumlah persediaannya terbatas. Karena itu perlu adanya pengembangan sumber energi lainnya seperti batu bara, tenaga air, tenaga angin, tenaga panas bumi, tenaga matahari, tenaga nuklir, dan sebagainya.
Pencemaran lingkungan sebagai akibat pengelolaan pertambangan umumnya disebabkan oleh faktor kimia, fisik, dan biologis. Pencemaran ini biasanya mengakibatkan lingkungan di luar pertambangan tersebut. Suatu pertambangan yang lokasinya jauh dari masyarakat atau daerah industri bila dilihat dari sudut pencemaran lingkungan lebih menguntungkan daripada bila berada dekat dengan pemukiman masyarakat umum atau daerah industri. Selain itu jenis suatu tambang juga menentukan jenis dan bahaya yang bisa timbul pada lingkungan.
Dalam pertambangan dan pengolahan minyak bumi misalnya mulai dari eksplorasi, produksi, pemurnian, pengolahan, pengangkutannya serta kemudian penjualannya tidak lepas dari berbagai bahaya seperti bahaya kebakaran, pengotoran lingkungan oleh bahan-bahan minyak yang berakibat kerusakan flora dan fauna, pencemaran akibat penggunaan berbagai bahan kimia dan keluarnya gas-gas/uap-uap ke udara pada proses pemurnian dan pengolahan, pencemaran udara oleh pembakaran gasolin dan sebagainya.
Dalam rangka menghindarkan terjadinya pencemaran dan gangguan keseimbangan ekosistem baik itu yang berada di dalam lingkungan pertambangan maupun di luar lingkungan sekitarnya, maka perlu adanya pengawasan lingkungan terhadap :
1. Cara pengolahan pembangunan pertambangan
2. Kecelakaan di pertambangan
3. Penyehatan lingkungan pertambangan
4. Pencemaran dan penyakit-penyakit yang mungkin timbul
Ironis memang ketika adanya permasalahan limbah yang diduga dilakukan oleh pihak perusahaan yang terkena imbasnya adalah warga saat ini, sepertinya hanya di anggap hal sepele oleh kalangan penindak lingkungan hidup di Indonesia, khususnya di wilayah yang banyak berdiri perusahaan-perusahaan industri.
Sehingga rakyat yang terkena imbas dari kelalaian pihak perusahaan akan bercecerannya limbah tersebut, hanya dapat berdoa kepada yang maha kuasa, pasalnya jikapun warga yang terkena imbas dari baik dari limbah yang berceceran akibat kelalaian managemen perusahaan maupun unsur kesengajaan, pihak penindak lingkungan hidup sangatlah minim untuk berpihak kepada masyarakat.
Salah satu contohnya adalah yang di alami oleh Firdaus, dirinya memiliki lahan yang ditanami pohon sawit seluas 4 Hektar di Kepenghuluan Menggala Sakti Kec.Tanah Putih Kab.Rohil harus mengalami isapan jempol belaka.
Pasalnya diduga tidak ada satupun pihak dari pemerintahan baik dari Kepenghuluan, Kecamatan, Dinas Lingkungan Hidup Kab.Rohil maupun Provinsi serta Pusat yang membantu menyelesaikan permasalahan Firdaus terhadap pihak Management Chevron yang berada di Kepenghuluan Menggala Sakti ini, terkait lahannya yang terkena limbah minyak mentah berupa oli yang berasal dari pipa milik Chevron tersebut.
Hal ini di ungkapkan Firdaus di lokasi lahannya dengan memberi keterangan kepada Mhd.Budianto selaku Koordinator Pemerhati Lingkungan Hidup AMPHIBI Riau (Aliansi Masyarakat Pemerhati Lingkungan Hidup & B3 Indonesia), bahwa lahannya diduga sudah hampir sepuluh tahun terkena dampak limbah minyak mentah berupa oli yang bercecer akibat kebocoran pipa milik Chevron yang berada di kawasan Kepenghuluan Menggala Sakti.
Hampir sepuluh tahun sudah, kejadian lahan saya ini terkena imbas minyak mentah berupa oli ini. Sehingga tanaman sawit saya seluas 4 Hektar ini, seperti hidup segan mati tak mau. Waktu dilakukan mediasi bersama pihak Chevron, mereka hanya memberi saya berupa kompensasi sebesar Rp.15 Jt, dan mereka berjanji akan membersihkan limbah berupa oli tersebut. Namun faktanya hingga kini tak kunjung dibersihkan
Terkait hal ini, Mhd.Budianto selaku Koordinator AMPHIBI Riau yang saat itu berada dilokasi lahan Firdaus, sangat menyayangkan atas tindakan Management Chevron yang berada dikawasan Kepenghuluan Menggala Sakti.
Banyaknya limbah minyak mentah berupa oli hitam yang berasal dari pipa milik Chevron berceceran di rawa air yang berimbas kelahan Firdaus tersebut, yang kini oli tersebut sudah pasti meresap kedalam air hingga merembet kemana-mana," ungkap Budi kepada EraRiau.com.
AMPHIBI cukup prihatin, betapa lemahkan penindakan hukum oleh pihak penindak lingkungan hidup terhadap pihak Chevron Menggala Sakti, khususnya di Kab.Rohil. Apakah hal ini pihak-pihak terkait tidak mengetahui atau pura-pura tidak akan permasalahan yang di alami oleh Firdaus,
Menurut Budi bahwa tindakan pihak Chevron telah melanggar Undang-Undang No.32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Cara Pengeolahan Pembangunan Pertambangan
Sumber daya bumi di bidang pertambangan harus dikembangkan semaksimal mungkin untuk tercapainya pembangunan. Dan untuk ini perlu adanya survey dan evaluasi yang terintegrasi dari para ahli agar menimbulkan keuntungan yang besar dengan sedikit kerugian baik secara ekonomi maupun secara ekologis.
Penggunaan ekologis dalam pembangunan pertambangan sangat perlu dalam rangka meningkatkan mutu hasil pertambangan dan untuk memperhitungkan sebelumnya pengaruh aktivitas pembangunan pertambangan pada sumber daya dan proses alam lingkungan yang lebih luas.
Segala pengaruh sekunder pada ekosistem baik local maupun secara lebih luas perlu dipertimbangkan dalam proses perencanaan pembangunan pertambangan, dan sedapatnya evaluasi sehingga segala kerusakan akibat pembangunan pertambangan ini dapat dihindari atau dikurangi, sebab melindungi ekosistem lebih mudah daripada memperbaikinya.
Dalam pemanfaatan sumber daya pertambangan yang dapat diganti perencanaan, pengolahan dan penggunaanya harus hati-hati seefisien mungkin. Harus tetap diingat bahwa generasi mendatang harus tetap dapat menikmati hasil pembangunan pertambangan ini.
Kecelakaan di Pertambangan
Kecelakaan (accident) secara bebas merupakan segala kejadian yang tidak diinginkan, tidak direncanakan, dan tidak dapat dikendalikan, yang mengakibatkan kerugian baik berupa cidera pada manusia, kerusakan alat, atau penurunan produktivitas. Khusus untuk industri pertambangan, masalah kecelakaan (atau lebih tepatnya masalah keselamatan kerja) diatur dalam KepMen Pertambangan dan Energi No. 555.K/26/M.PE/1995 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja Pertambangan Umum. Di dalam KepMen dijelaskan secara spesifik bahwa kecelakaan tambang harus memenuhi 5 (lima) unsur sebagai berikut:
Benar-benar terjadi, artinya murni kejadian kecelakaan, bukan rekayasa, tanpa motif, dan bukan kesengajaan
Mengakibatkan cidera pekerja tambang atau orang yang diberi izin oleh Kepala Teknik Tambang
Akibat kegiatan usaha pertambangan
Terjadi pada jam kerja pekerja tambang yang mendapat cidera
Terjadi di dalam wilayah kegiatan usaha pertambangan atau wilayah proyek
Kelima unsur kecelakaan di atas harus dipenuhi, tanpa terkecuali, barulah sebuah kecelakaan dapat dikategorikan sebagai kecelakaan tambang. Jika salah satu tidak terpenuhi, biasanya kecelakaan yang terjadi dikategorikan sebagai kecelakaan kerja (tentunya jika kecelakaan yang terjadi memang berkaitan dengan aktivitas pelaksanaan pekerjaan). Seluruh kecelakaan tambang harus dicatat dan dilaporkan. Jenjang pelaporan tergantung dari kategori cidera yang terjadi akibat kecelakaan tambang. Cidera akibat kecelakaan tambang dikategorikan ke dalam 3 (tiga) kelas, yaitu:
Cidera ringan, yaitu cidera akibat kecelakaan tambang yang menyebabkan pekerja tambang tidak mampu melakukan tugas semula lebih dari 1 hari namun kurang dari 3 minggu
Cidera berat, yaitu cidera akibat kecelakaan tambang yang menyebabkan pekerja tambang tidak mampu melakukan tugas semula selama lebih dari 3 minggu, atau cidera yang menyebabkan pekerja tambang cacat tetap, atau mengakibatkan keretakan tengkorak kepala, tulang punggung, pinggul, lengan bawah, lengan atas, paha, kaki, atau mengakibatkan pendarahan dalam, atau pingsan akibat kekurangan oksigen, atau luka terbuka yang dapat mengakibatkan ketidakmampuan tetap, atau persendian yang lepas yang belum pernah terjadi sebelumnya
Meninggal, yaitu kecelakaan tambang yang mengakibatkan pekerja tambang meninggal dalam waktu 24 jam sejak terjadinya kecelakaan tersebut
Untuk kecelakaan kerja ditambang MIGAS untuk pelaporannya sudah ada ketentuannya, salah satunya “PENDATAAN DAN PELAPORAN KECELAKAAN TAMBANG PADA PENGUSAHAAN PERTAMBANGAN MINYAK DAN GAS BUMI DAN PENGUSAHAAN SUMBER DAYA PANAS BUMI” tertanggal 25 Oktober 1996.
Dalam dokumen tersebut, dinyatakan yang dimaksud dengan kecelakaan kerja tambang adalah setiap kecelakaan yang menimpa pekerja tambang, pada waktu melakukan pekerjaannya ditempat kerja pada wilayah kuasa pertambangan yang mengakibatkan pekerja kehilangan kesadaran, memerlukan perawatan medis, mengalami luka-luka, kehilangan anggota badan, atau kematian.
Untuk pengertian tambahan:
Pekerja tambang adalah setiap orang yang kegiatannya berhubungan dengan pemberi kerja tambang yang mengawasi langsung atau tidak langsung, termasuk karyawan kontraktor yang terdapat dalam kontrak kerja tambang yang diketahui dan atau oleh pemberi kerja.
Tempat kerja tambang adalah wilayah kerja kuasa pertambangan dimana kegiatan atau aktifitas kegiatan perusahaan berlangsung dan tempat lain dibawah pengawasan Kepala Teknik Tambang dan atau Penyelidik.
Jadi disini, pengertian untuk kecelakaan yang tejadi pada saat pergi atau pulang dari kerja, bukan termasuk kecelakaan kerja. (Kalau untuk OSHA, commuting tidak termasuk work related).
Mengenai biaya ganti rugi atau kompensasi, tergantung term and condition dari kesepakatan yang ada. Kalau kita ikut asuransi, tentunya disitu sudah ditentukan kondisi yang bagaimana yang akan mendapatkan kompensasi. Begitu juga dengan perusahaan, tentunya mempunyai kebijakan yang berbeda-beda untuk masalah tanggungan kesehatan atau jaminan kesehatan ini. Contoh ada kontraktor asing yang mengasuransikan pegawainya pada saat bepergian dengan pesawat, jika mendapat kecelakaan dan meninggal akan mendapatkan US $ 150,000 dan masih ditambahkan lagi dari perusahaan masih memberikan tunjangan kematian dan pesangonnya. Belum lagi yang dari asuransi, dan lain-lain. Dan perlakuan antara pegawai tetap dengan pegawai kontrak biasanya akan berbeda.
Mengenai kriteria kecelakaan tambang (referensi keputusan mentamben no 555.K/26/M.PE/1995 tentang K3 pertambangan umum. Kecelakaan tambang harus memenuhi 5 unsur yaitu :
1. Benar-benar terjadi
2. Mengakibatkan cidera pekerja tambang atau orang yang diberi izin oleh kepala tehnik tambang
3. Akibat kegiatan usaha pertambangan
4. Terjadi pada jam kerja tambang yang mendapat cidera atau setiap orang yang diberi izin dana
5. Terjadi di dalam wilayah kegiatan usaha pertambangan atau wilayah proyek
Penyehatan Lingkungan Pertambangan
Program Lingkungan Sehat bertujuan untuk mewujudkan mutu lingkungan hidup yang lebih sehat melalui pengembangan system kesehatan kewilayahan untuk menggerakkan pembangunan lintas sektor berwawasan kesehatan
Adapun kegiatan pokok untuk mencapai tujuan tersebut meliputi:
Penyediaan Sarana Air Bersih dan Sanitasi Dasar
Pemeliharaan dan Pengawasan Kualitas Lingkungan
Pengendalian dampak risiko lingkungan
Pengembangan wilayah sehat.
Pencapaian tujuan penyehatan lingkungan merupakan akumulasi berbagai pelaksanaan kegiatan dari berbagai lintas sektor, peran swasta dan masyarakat dimana pengelolaan kesehatan lingkungan merupakan penanganan yang paling kompleks, kegiatan tersebut sangat berkaitan antara satu dengan yang lainnya yaitu dari hulu berbagai lintas sector ikut serta berperan (Perindustrian, KLH, Pertanian, PU dll) baik kebijakan dan pembangunan fisik dan Departemen Kesehatan sendiri terfokus kepada hilirnya yaitu pengelolaan dampak kesehatan.
Sebagai gambaran pencapaian tujuan program lingkungan sehat disajikan dalam per kegiatan pokok melalui indikator yang telah disepakati serta beberapa kegiatan yang dilaksanakan sebagai berikut:
Penyediaan Air Bersih dan Sanitasi
Adanya perubahan paradigma dalam pembangunan sektor air minum dan penyehatan lingkungan dalam penggunaan prasarana dan sarana yang dibangun, melalui kebijakan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan yang ditandatangani oleh Bappenas, Departemen Kesehatan, Departemen Dalam Negeri serta Departemen Pekerjaan Umum sangat cukup signifikan terhadap penyelenggaraan kegiatan penyediaan air bersih dan sanitasi khususnya di daerah. Strategi pelaksanaan yang diantaranya meliputi penerapan pendekatan tanggap kebutuhan, peningkatan sumber daya manusia, kampanye kesadaran masyarakat, upaya peningkatan penyehatan lingkungan, pengembangan kelembagaan dan penguatan sistem monitoring serta evaluasi pada semua tingkatan proses pelaksanaan menjadi acuan pola pendekatan kegiatan penyediaan Air Bersih dan Sanitasi.
Direktorat Penyehatan Lingkungan sendiri guna pencapaian akses air bersih dan sanitasi diperkuat oleh tiga Subdit Penyehatan Air Bersih, Pengendalian Dampak Limbah, Serta Penyehatan Sanitasi Makanan dan Bahan Pangan juga didukung oleh kegiatan dimana Pemerintah Indonesia bekerjasama dengan donor agency internasional, seperti ADB, KFW German, WHO, UNICEF, dan World Bank yang diimplementasikan melalui kegiatan CWSH, WASC, Pro Air, WHO, WSLIC-2 dengan kegiatan yang dilaksanakan adalah pembinaan dan pengendalian sarana dan prasarana dasar pedesaan masyarakt miskin bidang kesehatan dengan tujuan meningkatkan status kesehatan, produktifitas, dan kualitas hidup masyarakat yang berpenghasilan rendah di pedesaan khususnya dalam pemenuhan penyediaan air bersih dan sanitasi.
Pengalaman masa lalu yang menunjukkan prasarana dan sarana air minum yang tidak dapat berfungsi secara optimal untuk saat ini dikembangkan melalui pendekatan pembangunan yang melibatkan masyarakat (mulai dari perencanaan, konstruksi, kegiatan operasional serta pemeliharaan).
Disadari bahwa dari perkembangan pelaksanaan kegiatan yang dilakukan serta didukung oleh berbagai lintas sektor terkait (Bappenas, Depdagri dan PU) melalui kegiatan CWSH, WASC, Pro Air, WSLIC-2 terdapat beberapa kemajuan yang diperoleh khususnya dalam peningkatan cakupan pelayanan air minum dan sanitasi dasar serta secara tidak langsung meningkatkan derajat kesehatan.
Berdasarkan sumber BPS tahun 2006, pada tabel berikut: akses rumah tangga terhadap pelayanan air minum s/d tahun 2006, terjadi peningkatan cakupan baik di perkotaan maupun perdesaan, yaitu di atas 70%. Bila dibandingkan dengan tahun 2005 terjadi penurunan hal ini disebabkan oleh adanya perubahan kriteria penentuan akses air minum.
Dari segi kualitas pelayanan Air Minum yang merupakan tupoksi dari Departemen
Kesehatan, Direktorat Penyehatan Lingkungan telah melakukan berbagai kegiatan melalui pelatihan surveilans kualitas air bagi para petugas Provinsi/Kabupaten/Kota/Puskesmas, bimbingan teknis program penyediaan air bersih dan sanitasi kepada para pengelola program di jajaran provinsi dan kabupaten/kota hal ini bertujuan untuk peningkatan kualitas pengelola program dalam memberikan air yang aman untuk dikonsumsi oleh masyarakat.
Untuk indikator kualitas air yang dilaporkan baik dari air bersih maupun air minum yang dilihat dari aspek Bakteriologis (E.Coli dan Total Coliform) terlihat adanya penurunan pencapaian cakupan, hal ini karena baru 11 provinsi yang melaporkan dan terlihat masih dibawah nilai target cakupan yang ditetapkan tahun 2006 (Target Air minum 81% dan air bersih 56,5%) dengan keadaan ini perlu adanya penguatan dari jajaran provinsi melalui peningkatan kapasitas (pendanaan, laboratorium yang terakreditasi, kemampuan petugas) dan regulasi sehingga daerah dapat lebih meningkatkan kegiatan layanan terkait kualitas air minum.
Pencemaran dan Penyakit-Penyakit yang Mungkin Timbul
Pertambangan memang sangat berperan penting bagi jaman sekarang. Soalnya semua kehidupan di bumi ini menggunakan bahan-bahan yang ada di pertambangan. Seperti yang dikatakan bahwa dimana ada suatu aktivitas pasti disitu ada kerusakan lingkungan. Dan kerusakan lingkungan di pertambangan adalah;
1. Pembukaan lahan secara luas
Dalam masalah ini biasanya investor membuka lahan besar-besaran,ini menimbulkan pembabatan hutan di area tersebut. Di takutkan apabila area ini terjadi longsor banyak memakan korban jiwa.
2. Menipisnya SDA yang tidak bisa diperbarui.
Hasil petambangan merupakan Sumber Daya yang Tidak Dapat diperbarui lagi. Ini menjadi kendala untuk masa-masa yang akan datang. Dan bagi penerus atau cicit-cicitnya.
3. Masyarakat dipinggir area pertambangan menjadi risih.
Biasanya pertambangan membutuhkan alat-alat besar yang dapat memecahkan telinga. Dan biasanya kendaraan berlalu-lalang melewati jalanan warga. Dan terkadang warga menjadi kesal.
4. Pembuangan limbah pertambangan yang tidak sesuai tempatnya.
Dari sepenggetahuan saya bahwa ke banyakan pertambangan banyak membuang limbahnya tidak sesuai tempatnya. Biasanya mereka membuangnya di kali,sungai,ataupun laut. Limbah tersebut tak jarang dari sedikit tempat pertambangan belum di filter. Hal ini mengakibatkan rusaknya di sector perairan.
5. Pencemaran udara atau polusi udara.
Di saat pertambangan memerlukan api untuk meleburkan bahan mentah,biasanya penambang tidak memperhatikan asap yang di buang ke udara. Hal ini mengakibatkan rusaknya ozon.
Pengelolaan pembangunan pertambangan membutuhkan dana dari investor,tenaga kerja yang terlatih,alat-alat pertambangan,dan area pertambangan. Dari survey saya, pertambangan di Indonesia ada dua jenis, yang pertama lewat jalan illegal,yang kedua non-ileggal. Biasanya yang membedakan illegal dan non-illegal adalah hak pertambangan meliputi pajak negara.
Penanaman modal untuk pertambangan terhitung milyaran ataupun trilyunan. Sedangkan area pertambangan di Indonesia tersebar dimana-mana. Investor-investor yang menanamkan modalnya biasanya takut bangkrut,dikarenakan rupiah sangat kecil nilainya.
Dari pengalaman yang terjadi, di area pertambangan biasanya tertimbun dalam area tersebut. Ini biasanya dikarenakan gempa atau retaknya lapisan tanah. Adapun kecelakaan dikarenakan lalai atau ceroboh disaaat bekerja. Hal ini sering terjadi di area pertambangan,dan tak ada satu orang pun yang tewas karena hal seperti itu.
Biasanya dapat dilihat bahwa dari sisi keamanan belum terjamin keselamatannya. Hal ini menjadi bertambahnya angka kematian di area pertambangan. Memang jelas berbeda dari pertambangan yang terdapat di negara meju. Negara mereka menggunakan alat-alat yang lebih canggih lagi dari pada negara kita. Dan tingkat keselamatan jauh lebih aman dari pada di negara ini.
Comments
Post a Comment